Cegah Pungli dan Penurunan Moral, Kemenag Terapkan GRC di Seluruh Satuan Kerja
Jakarta – Inspektorat Jenderal Kementerian Agama mendorong penerapan GRC (Governance, Risk, and Compliance) di sektor layanan publik pada semua satuan kerja Kementerian Agama untuk memastikan tata kelola yang baik, manajemen risiko yang efektif, dan kepatuhan terhadap peraturan. Kemenag lantas mencontoh penerapan GRC di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sejauh ini menjadi rujukan dalam penerapan dan penguatan GRC.
Pelaksana Tugas Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Faisal Ali Hasyim menilai penerapan GRC penting untuk menjaga keberlanjutan organisasi dan mempersiapkannya menghadapi tantangan risiko pelayanan publik yang kerap muncul di lapangan.
“Namanya risiko penyimpangan atau fraud memang harus kita waspadai dan kita rumuskan peta risikonya. Setidaknya ada dua risiko yang kita hadapi, dari lingkungan internal dan eksternal. Nah yang bisa kita kontrol lebih banyak risiko internal. Kalau dari eksternal kita hanya bisa memitigasi dampak. Kalau dari internal kita bisa menghilangkan penyebab risikonya. Misalnya, penyebab munculnya penyimpangan di KUA terkait pelayanan nikah di luar kantor. Risiko-risiko penyimpangan seperti ini menjadi tugas kita untuk mencegahnya,” papar Faisal dalam acara Webinar bertajuk “Peningkatan Komitmen dan Integritas melalui Penguatan GRC”, Rabu (30/4).
Dalam kegiatan yang diinisiasi Inspektorat III Itjen Kemenag dan diikuti lebih dari 700 orang jajaran Kementerian Agama seluruh Indonesia tersebut, Faisal menekankan pentingnya penerapan program GRC pada seluruh satuan kerja Kementerian Agama. Program ini diyakini dapat meminimalisir praktik-praktik kecurangan di birokrasi. Ia berharap semua pihak bersama-sama concern untuk menegakkan integritas dan mencegah munculnya potensi fraud keuangan, penurunan moral, menjaga reputasi instansi Kementerian Agama melalui penerapan dan penguatan GRC.
“Kita sering dengar, manajamen risiko dapat mengelola risiko fraud, baik keuangan dan displin organisasi yang dapat berdampak dan mengganggu pada pencapaian tujuan organisasi. Kecurangan menjadi fkator bukan hanya salah dari sisi hukum, tapi juga menghambat pencapaian tujuan organsiasi. Risiko menyebabkan penurunan moral pegawai, risiko merusak reputasi, dan ini tidak mudah untuk memulihkannya. Seperti adanya kesan bahwa Kemenag pelayanannya tidak berubah-ubah menjadi baik. Seperti maraknya pungli. Tentu ini tidak baik. Penerapan GRC yang bisa contoh dari paparan narasumber nanti dari OJK penting untuk ketahui bersama,” terangnya.
Dalam kesempatan Webinar tersebut, Itjen Kementerian Agama menghadirkan Kepala Departemen Penegakan Integritas dan Audit Khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Siswani Wisudati sebagai narasumber. Dia membagi pengalaman bagaimana OJK selama ini telah melakukan penguatan program GRC, salah satunya dengan membangun sistem antipenyuapan bernama SMAP (Sistem Manajemen Anti Penyuapan).
“Ini untuk mencegah dan mengelola risiko penyuapan di sektor jasa keuangan yang diterapkan OJK. SMAP adalah komitmen OJK untuk memiliki zero tolerance terhadap praktik penyuapan dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” terang Siswani pada kesempatan Webinar.
Komentar
Posting Komentar